June 1, 2025

Kemnaker Larang Diskriminasi Usia dalam Rekrutmen, Tapi Apakah Efektif?

Diskriminasi usia dalam rekrutmen kerja di Indonesia

Kalau kamu pernah ngelamar kerja terus langsung gugur cuma gara-gara umur lewat 35, tenang... kamu nggak sendirian. Tapi kabar terbaru datang dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) yang akhirnya turun tangan. Mereka baru aja ngeluarin surat edaran yang isinya ngelarang diskriminasi dalam proses rekrutmen kerja. Tapi pertanyaannya sekarang: ini beneran solusi atau cuma formalitas?

Surat Edaran Anti-Diskriminasi: Harapan Baru atau Sekadar Formalitas?

Kemnaker secara resmi mengeluarkan Surat Edaran No. M/6/HK.04/V/2025. Dalam surat ini, dijelaskan bahwa perusahaan dilarang menolak pelamar kerja karena alasan usia, warna kulit, status pernikahan, penampilan fisik, bahkan disabilitas. Tapi, ya itu tadi, ini masih bentuk “imbauan”, bukan aturan hukum yang mengikat.

Menurut Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer, langkah ini diambil karena situasi mendesak: ada lebih dari 7 juta pengangguran dan 24 juta warga hidup dalam kemiskinan. Makanya, surat edaran ini katanya disusun kilat cuma dalam waktu tiga hari.

Pengusaha: “Kami Siap, Asal Aturannya Jelas”

Ketua Apindo, Shinta Kamdani, bilang kalau dunia usaha siap nurut kok, asal pemerintah juga ngasih panduan teknis yang jelas. Menurut dia, pembatasan usia selama ini bukan buat diskriminatif, tapi buat nyaring pelamar karena jumlahnya banyak banget. Masuk akal juga sih, tapi tetap aja rasanya kurang adil buat para pelamar senior yang punya segudang pengalaman.

Shinta juga nambahin bahwa usia seringkali disesuaikan dengan karakteristik kerja. Jadi ya, syarat usia bukan semata-mata soal umur, tapi soal beban kerja juga.

Sudut Pandang Pakar: Surat Edaran Belum Cukup Kuat

Andriko Otang dari Trade Union Rights Centre (TURC) punya pandangan lebih kritis. Buat dia, surat edaran itu sifatnya cuma imbauan yang boleh dipatuhi atau enggak. Artinya, bisa aja dunia industri cuek bebek. Terutama di sektor seperti makanan dan minuman, yang masih hobi ngasih batasan usia maksimal 30 tahun buat pelamar.

Menurut Andriko, aturan ini harus naik level jadi Peraturan Menteri atau bahkan Undang-Undang biar ada kekuatan hukumnya. Kalau enggak, ya siap-siap aja aturan ini cuma jadi formalitas belaka.

Kenapa Surat Edaran Ini Tiba-Tiba Muncul?

Simple: gelombang PHK makin menggila. Apindo mencatat sejak awal tahun sampai Maret 2025, udah ada hampir 74 ribu pekerja yang kena PHK. Dan sebagian besar dari mereka itu usianya 30-45 tahun—yang menurut banyak HRD dianggap “tanggung”: belum tua, tapi nggak muda juga.

Pekerja di rentang usia ini punya banyak beban hidup: anak sekolah, cicilan rumah, dan tuntutan hidup lainnya. Sayangnya, justru mereka yang makin susah nyari kerja lagi. Perusahaan lebih milih anak muda, katanya sih karena “lebih produktif.”

Pertanyaannya Sekarang: Gimana Solusinya?

Andriko ngasih beberapa saran konkrit buat pemerintah. Pertama, perbaiki sistem Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Sekarang sistem ini belum bisa bantu pekerja yang resign sendiri atau yang kontraknya habis. Padahal mereka juga butuh kerja dan pelatihan ulang.

Kedua, jumlah Balai Latihan Kerja (BLK) masih kurang banget. Sampai pertengahan 2024, baru ada sekitar 6.300-an lembaga pelatihan. Itu belum cukup buat menjawab kebutuhan jutaan pencari kerja, apalagi yang harus re-skilling di usia matang.

Ketiga, materi pelatihan juga harus sesuai kebutuhan industri. Jangan sampai pelatihannya cakep di atas kertas, tapi nggak nyambung sama dunia kerja nyata.

Langkah Selanjutnya: Perlu Regulasi Lebih Kuat

Leonardo Olefins Hamonangan, yang pernah mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi soal batas usia kerja, juga setuju bahwa surat edaran ini nggak cukup. Menurut dia, harus ada regulasi di level Peraturan Menteri atau bahkan revisi undang-undang, supaya bisa bener-bener mengikat dan punya sanksi buat perusahaan yang melanggar.

Kesimpulan: Antara Niat Baik dan Kenyataan Pahit

Surat edaran dari Kemnaker ini memang langkah awal yang patut diapresiasi. Tapi kalau bicara efektivitas, masih banyak PR yang harus diberesin. Dunia kerja kita masih banyak yang memandang usia sebagai beban, bukan potensi. Padahal pengalaman dan kematangan sering kali jadi kelebihan yang nggak dimiliki generasi muda.

Pertanyaannya sekarang: apakah pemerintah siap untuk mengubah paradigma itu dengan regulasi yang lebih kuat, atau surat edaran ini cuma akan jadi wacana belaka yang terlupakan?

Yuk, kita tunggu langkah selanjutnya, sambil terus mengawal agar dunia kerja Indonesia benar-benar jadi ruang yang inklusif buat semua usia!


EmoticonEmoticon